Tatanan Global Kian Runtuh, Hukum Internasional Terancam Mati

Ppmi mesir – Pada 22 Juni 2025, Amerika Serikat dan Israel menyerang tiga fasilitas nuklir utama Iran. Mereka menghantam Fordow, Natanz, dan Isfahan dengan bom dan rudal tanpa mandat PBB. Serangan ini terjadi tanpa persetujuan Kongres AS dan tanpa bukti ancaman nyata dari Iran. Dunia melihat satu negara diserang bukan karena menyerang lebih dulu, tapi karena berani bersikap mandiri.

“Baca Juga: Polda Sumut Gagalkan 30 Kg Sabu Masuk dari Malaysia

Dampak Serangan Israel ke Iran

Serangan mendadak Israel pada 13 Juni 2025 menghancurkan fasilitas militer dan infrastruktur sipil Iran. Iran tidak membalas secara brutal. Justru Iran membuka jalur diplomasi dan membalas secara terbatas. AS tidak memilih jalur damai. Sebaliknya, AS terlibat aktif dalam penghancuran Iran. Dunia pun kembali menuntut kesabaran dari korban, bukan dari pelaku serangan.

Kematian Hukum Internasional

Serangan ini mencederai Piagam PBB Pasal 2(4) dan Pasal 51. Hukum hanya membolehkan aksi militer untuk membela diri dari serangan nyata. Namun AS dan Israel menyerang tanpa ancaman yang terbukti. Tanpa mandat Dewan Keamanan, serangan itu juga melanggar prinsip non-intervensi.

Iran telah mematuhi Traktat Nonproliferasi Nuklir (NPT). Semua fasilitas yang diserang berada di bawah pengawasan IAEA. Tidak ada bukti bahwa Iran sedang membuat senjata nuklir. Namun, justru fasilitas inilah yang dihancurkan.

Diamnya Dunia dan Kebusukan Tatanan Global

Negara-negara Barat mendukung serangan ini secara politik. Mereka menyatakan AS punya “hak bertindak”, tetapi mengabaikan hak Iran untuk membela diri. Tidak satu pun negara mempertanyakan absennya mandat PBB atau legalitas serangan tersebut. Inilah wajah asli tatanan global. Negara kaya bersenjata berat menentukan siapa yang harus tunduk dan siapa yang boleh hidup.

Ketimpangan Global Semakin Nyata

Serangan terhadap Iran adalah bagian dari pola kolonialisme baru. Negara-negara dari Global South dianggap tidak layak mengatur dirinya sendiri. Karena itu, mereka terus ditekan melalui embargo, intervensi, atau kekerasan.

Padahal dalam konflik ini, Iran bersikap rasional. Ia membuka dialog, mematuhi sistem internasional, dan membalas serangan secara terbatas. Namun sikap ini tidak dihargai.

Global South Tak Berdaya

Sebanyak 23 negara Global South mengecam serangan ini, termasuk Indonesia dan Turki. Namun kecaman itu tidak membuahkan aksi nyata. Tidak ada tekanan politik kolektif. Tidak ada langkah tegas.

Negara-negara ini hanya menjadi penonton dalam sistem global yang timpang. Mereka lebih memilih stabilitas domestik daripada risiko politik global. Akibatnya, solidaritas hanya menjadi simbolik.

“Baca Juga: Gencatan Senjata Iran-Israel Dimulai, Semua Pihak Klaim Menang

Tatanan Alternatif Harus Dibangun

Kondisi ini menuntut pembaruan sistem global. Jakarta, Ankara, Brasilia, dan kota lain di Global South harus mulai merancang tatanan baru. Dunia tidak bisa terus-menerus dikendalikan oleh kekuatan bom dan veto Dewan Keamanan. Dunia hanya akan berubah jika Global South tidak lagi sekadar mengutuk, tetapi membangun sistem baru secara kolektif dan berdaulat.