Ppmi mesir – Perdana Menteri Thailand, Paetongtarn Shinawatra, kini menghadapi tekanan berat untuk mundur. Desakan tersebut muncul setelah salah satu mitra utama koalisinya, Partai Bhumjaithai, resmi menarik dukungan pada Rabu (18/6/2025) malam. Kondisi ini terjadi hanya 10 bulan setelah Paetongtarn mulai menjabat sebagai perdana menteri. Paetongtarn yang baru terjun ke politik ini harus berhadapan dengan berbagai krisis serius.
“Baca Juga: Mahasiswi Diduga Tewas Usai Aborsi di Kosan Sendiri“
Bocornya Rekaman Telepon Memicu Krisis Politik
Skandal bermula ketika rekaman percakapan telepon Paetongtarn dengan mantan Perdana Menteri Kamboja, Hun Sen, tersebar luas. Dalam rekaman yang dibuat pada 15 Juni itu, Paetongtarn meminta Hun Sen menyelesaikan sengketa wilayah secara damai. Ia juga menyebut seorang jenderal Thailand yang dinilainya hanya ingin terlihat hebat. Ucapannya memicu kemarahan banyak pihak. Mereka menilai kata-kata itu mencoreng citra militer Thailand.
Partai Bhumjaithai menilai percakapan tersebut melukai kedaulatan negara. Partai itu memutuskan menarik diri dari koalisi pemerintahan. Selain itu, Partai United Thai Nation (UTN), Chart Thai Pattana, dan Partai Demokrat berencana menggelar rapat. Mereka akan menentukan sikap terhadap krisis ini.
Pasar Saham Tertekan, Aksi Protes Mulai Diantisipasi
Setelah kabar keluarnya Bhumjaithai mencuat, indeks saham Thailand anjlok hingga 2,4 persen pada Kamis pagi. Angka ini merupakan level terendah sejak 9 April. Paetongtarn terlihat hadir di kantor pemerintahan pada Kamis pagi. Polisi mulai bersiaga di sekitar gedung pemerintahan untuk mencegah aksi unjuk rasa.
Paetongtarn meminta maaf atas bocornya rekaman tersebut. Ia mengajak rakyat Thailand bersatu. Dalam pernyataannya, ia menegaskan bahwa pemerintah siap mendukung militer dalam menjaga kedaulatan.
Pemerintahan Paetongtarn Terancam Runtuh
Jika UTN atau Partai Demokrat menarik dukungan, Paetongtarn akan memimpin pemerintahan minoritas. Kondisi ini akan sangat sulit dipertahankan. Banyak pihak memprediksi bahwa pemerintahan Paetongtarn hanya tinggal menghitung hari. Paetongtarn juga mendapat tekanan dari oposisi. Ketua Partai Rakyat, Natthaphong Ruengpanyawut, menyerukan agar parlemen dibubarkan. Ia menilai pemilu baru merupakan jalan keluar terbaik.
Natthaphong menyebut kebocoran percakapan ini sebagai titik balik politik Thailand. Menurutnya, rakyat menginginkan pemerintahan yang lahir dari proses demokratis. Ia mendesak Paetongtarn segera menggelar pemilu baru.
Bayang-Bayang Thaksin Terus Membayangi
Selain krisis politik, Paetongtarn juga terus mendapat kritik karena pengaruh ayahnya, Thaksin Shinawatra. Thaksin memang tidak memiliki jabatan resmi. Namun, ia sering memberi komentar tentang kebijakan pemerintah. Banyak lawan politik menilai Thaksin masih mengendalikan pemerintahan dari balik layar.
Militer Thailand menunjukkan sikap waspada. Mereka menegaskan komitmen menjaga monarki konstitusional dan kedaulatan negara. Militer meminta rakyat tetap percaya pada peran angkatan bersenjata dalam menjaga stabilitas nasional.
“Baca Juga: Irak: Timur Tengah Kacau Jika Pemimpin Iran Diserang“
Apa yang Akan Terjadi Selanjutnya?
Jika Paetongtarn memutuskan mundur, parlemen Thailand harus bersidang. Mereka akan memilih perdana menteri baru dari lima kandidat yang tersisa dari pemilu 2023. Pilihan lain adalah pembubaran parlemen. Langkah ini akan membuka peluang bagi Partai Rakyat untuk meraih kemenangan dalam pemilu dini.
Situasi politik Thailand kini memasuki fase kritis. Rakyat, militer, dan parlemen menunggu langkah Paetongtarn. Apakah ia bertahan atau memilih mundur demi mengakhiri gejolak politik yang terus memanas?