Ppmi mesir – Korea Selatan akan menggelar Pemilu Presiden 2025 pada 3 Juni mendatang. Pilpres ini diadakan lebih awal karena Presiden Yoon Suk Yeol dimakzulkan pada Desember 2024 dan diberhentikan pada April 2025. Seharusnya, pemilu presiden baru berlangsung pada Maret 2027. Ini menjadi pilpres “dadakan” kedua dalam sejarah Korsel akibat pemakzulan.
“Baca Juga: Peluang Jokowi Pimpin PPP Dinilai Lemah, Ini Sebabnya“
Kampanye di Korea Lebih Tertib dan Tenang
Suasana menjelang pilpres di Korea Selatan tampak jauh berbeda dengan Indonesia. Di kawasan Myeongdong dan Namdaemun, hanya ada beberapa spanduk kampanye berukuran seragam yang terpasang di titik tertentu. Tidak ada baliho besar, selebaran di fasilitas umum, atau spanduk yang merusak estetika kota. Pemandangan serupa juga terlihat di Busan.
Saat menyusuri Pantai Gwangalli, terlihat seorang wanita duduk membawa banner bergambar Kwon Young-guk dari Partai Tenaga Kerja Demokrat. Ia mengenakan atribut kuning khas partai, namun tidak berorasi dan tidak dikerumuni warga.
Mobil kampanye yang melintas pun tampak sederhana. Mobil bak terbuka dihias ornamen partai, melaju perlahan sambil menyiarkan orasi dari pengeras suara. Tidak ada musik kencang atau kerumunan pendukung yang berjoget seperti di Indonesia.
Kampanye Tahun Ini Lebih Sepi dari Sebelumnya
Jurnalis muda Korea Selatan, Lee Siyoung, menyebut bahwa suasana kampanye tahun ini lebih sunyi. Warga tampak khawatir terhadap masa depan politik daripada menaruh harapan baru. Biasanya, pemilu presiden di Korea Selatan berlangsung semarak dan seperti festival.
Namun, kali ini masyarakat cenderung pasif karena pemilu terjadi akibat skandal pemakzulan. Seorang warga lokal juga mengatakan, meskipun kampanye sepi di jalanan, suasana panas justru terasa di media sosial. YouTube, Facebook, dan Kakao Talk menjadi arena utama perdebatan politik dan penyebaran informasi, termasuk hoaks.
Polarisasi Politik Semakin Menguat
Saat ini, Korea Selatan memiliki delapan kandidat presiden. Namun, hanya dua yang mendominasi opini publik, yaitu Lee Jae-myung dari Partai Demokrat dan Kim Moon-soo dari Partai Kekuatan Rakyat. Partai Demokrat merupakan oposisi pemerintah, sementara Partai Kekuatan Rakyat adalah partai pengusung Yoon Suk Yeol.
Hasil survei NEC menunjukkan Lee Jae-myung unggul dengan 49 persen suara, diikuti Kim Moon-soo dengan 35 persen. Posisi ketiga ditempati Lee Jun-seok dari Partai Reformasi Baru dengan 11 persen suara.
Menurut Lee Siyoung, masyarakat terpecah ke dalam dua kubu ekstrem akibat isu politik. Polarisasi terjadi karena pemakzulan dan ketidakpercayaan terhadap elite politik.
“Baca Juga: Israel Serang Lebanon Lagi, 1 Orang Tewas Usai Gencatan“
Harapan Warga Setelah Pemilu
Siyoung berharap presiden terpilih nanti bisa meredakan ketegangan politik. Ia ingin sosok pemimpin yang mampu menyatukan warga dan menjaga demokrasi.
“Kami butuh pemimpin yang tidak memecah belah dan tetap memegang nilai demokrasi,” ujar Siyoung menutup pernyataannya.