Ppmi mesir – Ketegangan antara Iran dan Israel terus meningkat. Serangan Israel terhadap fasilitas nuklir Iran pada 13 Juni 2025 memicu reaksi keras. Sepekan kemudian, Amerika Serikat turut menyerang tiga lokasi yang diduga terkait fasilitas nuklir. Langkah ini memperkeruh situasi di kawasan.
“Baca Juga: Pemuda Aceh Bantai 5 Orang, Polisi Buru ke Dalam Hutan“
Awal Program Nuklir Iran: Dimulai dengan AS
Program nuklir Iran dimulai pada akhir 1950-an. Saat itu, Shah Mohammad Reza Pahlavi menjalin kerja sama teknis dengan Amerika Serikat. Tujuannya adalah mengembangkan program nuklir sipil. Iran meratifikasi Traktat Non-Proliferasi Senjata Nuklir (NPT) pada 1970. Sejak itu, Iran wajib melaporkan semua bahan nuklir kepada Badan Energi Atom Internasional (IAEA).
Namun, awal 2000-an muncul kekhawatiran. Iran diduga memiliki fasilitas nuklir yang tidak dilaporkan. Pada 2011, IAEA menyebut Iran pernah melakukan aktivitas pengembangan senjata nuklir hingga 2003.
Kesepakatan Nuklir dan Kegagalan Diplomasi
Iran sempat menghentikan pengayaan uranium. Kemudian, negara itu memulai perundingan dengan negara-negara Eropa. Pembicaraan diperluas ke anggota tetap Dewan Keamanan PBB dan Jerman. Hasilnya, pada 14 Juli 2015, disepakati Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA). Kesepakatan ini membatasi program nuklir Iran dan memberi imbalan pencabutan sanksi.
Namun, pada 8 Mei 2018, Presiden AS Donald Trump menarik diri dari kesepakatan tersebut. Ia kembali memberlakukan sanksi terhadap Iran. Langkah ini memicu reaksi keras dari Teheran.
Iran Percepat Pengayaan Uranium
Sebagai balasan, Iran meningkatkan aktivitas nuklir. Iran memperkaya uranium hingga 5 persen. Angka ini melampaui batas 3,67 persen dalam JCPOA. Selanjutnya, Iran mencapai 20 persen, bahkan 60 persen pada 2021.
Jumlah persediaan uranium Iran juga meningkat drastis. JCPOA membatasi maksimal 202,8 kilogram. Namun, Iran kini memiliki lebih dari 45 kali lipat dari batas itu. Iran juga menggunakan sentrifugal canggih untuk mempercepat produksi.
Perundingan Mandek, Ketegangan Naik
Upaya menghidupkan kembali JCPOA gagal sejak 2022. Meski sempat dilanjutkan di Oman pada April 2025, hasilnya belum tampak. Iran menyebut serangan Israel sebagai pukulan terhadap diplomasi.
Kementerian Luar Negeri Iran mengecam pemboman oleh AS. Menurut mereka, AS melanggar hukum demi mendukung Israel. Ketegangan pun makin meningkat.
Apakah Iran Membangun Senjata Nuklir?
IAEA mencatat Iran memperkaya uranium hingga 60 persen. Iran menjadi satu-satunya negara non-nuklir yang melakukan itu. Namun, IAEA menegaskan tidak ada bukti Iran membangun senjata nuklir secara aktif.
Hal ini juga ditegaskan oleh Direktur Intelijen Nasional AS Tulsi Gabbard. Dalam sidang Senat Maret lalu, ia menyebut Iran tidak sedang membuat senjata nuklir.
“Baca Juga: Mahasiswa Indonesia Ungkap Suasana di Iran Jelang Evakuasi“
Iran Tegaskan Tidak Miliki Ambisi Senjata Nuklir
Iran membantah tuduhan tersebut. Mengutip fatwa dari Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei. Fatwa itu melarang penggunaan senjata atom dalam ajaran Islam.
Meski begitu, kekhawatiran negara-negara Barat tetap tinggi. Ketegangan pun belum menunjukkan tanda-tanda mereda. Kawasan Timur Tengah kembali menjadi titik rawan konflik besar.